Warga yang menemukan uang di tempat umum, akan menyerahkannya ke polisiPublik di wilayah Sakada, Tokyo, digemparkan oleh penemuan amplop berisikan uang sebesar 10 juta yen atau sekitar Rp1,1 miliar di sebuah sebuah toilet umum, Kamis 29 September 2011. Ternyata uang itu memang sengaja ditinggalkan oleh pemiliknya untuk disumbangkan kepada korban gempa dan tsunami yang menghantam Maret lalu.
Berbicara keikhlasan, mungkin ini adalah bentuk keikhlasan model baru.
Pasalnya, si penyumbang tidak menyebutkan namanya dan meninggalkannya
begitu saja, hanya berpesan pada secarik surat. "Saya tinggal sendirian
dan tidak butuh uang ini," isi surat tersebut, dilansir dari BBC. Dalam bait lainnya, dia mengatakan agar sumbangan ini diberikan ke korban bencana.
Bisa disebut ini adalah bentuk sumbangan anonim, dimana penyumbangnya tidak menyebutkan identitas. Kalau di
Indonesia, biasanya si penyumbang pakai nama "hamba Tuhan". Pemberian
sumbangan model begini merupakan pertaruhan yang besar. Bukan tidak
mungkin uang tersebut malah masuk ke kantong si penemu.
Ternyata
tidak. Si penyumbang sepertinya tau benar tabiat warga Jepang yang
mengembalikan barang yang bukan miliknya. Amplop berisi uang ini
akhirnya berlabuh di kantor polisi. Jika sampai tiga bulan tidak ada yang mengakuinya, polisi akan memberikannya ke Palang Merah Jepang untuk diserahkan kepada korban gempa.
Model pemberian unik dan membutuhkan nyali yang tinggi ini bukan kali pertama terjadi di Jepang. BBC menuliskan, sebelumnya pada tahun 2007, ditemukan 400 amplop masing-masing berisikan cek senilai 10 ribu yen (Rp1,1 juta) yang diletakkan di toilet-toilet di seluruh Jepang. Pada tahun itu juga, sekitar 18 warga Tokyo dikejutkan oleh amplop berisi 1,8 juta (Rp210 juta) yang dimasukkan ke kotak pos mereka.
Sebelumnya, uang 1 juta yen (Rp116 juta) disebarkan dari atas sebuah apartemen di Tokyo. Bukannya mengantongi uang tersebut dan dipakai untuk membeli kebutuhan sehari-hari, warga Jepang memungutnya dan memberikannya ke kantor polisi, untuk dicarikan pemiliknya. Luar Biasa.
Uang Korban Tsunami
Seorang warga dilaporkan menemukan selembar cek senilai US$40.000 (Rp359 juta) di antara reruntuhan tsunami. Seorang wanita menemukan uang yen senilai US$26000 (Rp233 juta), juga di antara puing-puing. Cek senilai US$1,3 juta (Rp11,6 miliar) ditemukan di dalam brankas yang terseret arus. Warga-warga lainnya juga menemukan uang-uang yang terserak di dalam dompet, kantong belanja, dan laci-laci rumah.
Para penemu ini adalah para korban tsunami yang hidup dalam keterbatasan di
penampungan. Mereka kehilangan tempat tinggal, kekurangan makanan, dan
masih abu-abu nasib mereka berikutnya. Namun, itu tidak membuat mereka
gelap mata. Semua temuan tersebut diserahkan ke kantor polisi, tinggal polisi yang kini kewalahan mencari siapa empunya harta.
"Mereka bilang kepada saya, hanya ingin uang ini kembali ke pemiliknya," kata Kouetsu Saiki, petugas polisi di prefektur Miyagi yang bertugas mengumpulkan, melacak dan mengembalikan barang temuan, dilansir dari Los Angeles Times, Rabu 28 September 2011. Kepolisian di tiga prefektur di
Jepang yang terkena bencana tsunami berhasil mengumpulkan uang temuan
warga senilai US$78 juta atau setara dengan Rp700 miliar. Menurut hukum di Jepang, jika dalam tiga bulan tidak ditemukan pemiliknya, maka akan diberikan kepada lembaga bantuan atau kepada penemu uang tersebut.
Namun
yang mengejutkan adalah, kebanyakan para penemu memilih untuk tidak
mengambil jatah mereka dan menyerahkannya kepada polisi. "Setiap orang
ingin membantu sesama dengan cara yang mereka bisa," kata Saiki. Salah
satu kisah yang paling mengharukan menurut Saiki adalah ketika mereka
menemukan sebuah brankas milik bos di
sebuah perusahaan. Bukannya mengambil uang yang memang miliknya
tersebut, bos ini malah membagikan semua isi brankas kepada para
karyawannya.
"Dia sangat bersyukur uangnya kembali. dia
tidak menyimpannya, tapi membagikannya kepada para karyawan beserta
keluarga mereka. Ini bukan lagi soal keuntungan pribadi. Setiap orang
menderita akibat tsunami," jelas Saiki. Sejauh ini, telah ditemukan 5.700 brankas yang tertimbun di antara puing. Saiki mengatakan, sebanyak US$500.000 (Rp4,4 miliar) dari keseluruhan US$30 juta (Rp269 juta) uang di dalam brankas telah dikembalikan ke pemiliknya.
Empat Prinsip Moral Jepang
Kepribadian dan karakter moral rakyat Jepang dibentuk
sedari mereka kecil. Prinsip moral yang mereka anut berasal dari
kebudayaan samurai Jepang yang terdiri dari empat elemen moral, yaitu
On, Gimu, Giri dan Ninj?. Menurut staf kebudayaan dari Japan Foundation
Indonesia, Hashimoto Ayumi, saat dihubungi VIVAnews, keempat unsur ini tidak diajarkan di bangku sekolah. Namun, secara otomatis didapat dari orang tua maupun masyarakat sekitar.
On,
berarti rasa hutang budi. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa
berutang setiap kali orang lain berbuat baik padanya. "Jika seseorang
berbuat baik kepada kita, maka kita merasa harus membalas kebaikannya
tersebut," kata Hashimoto. Gimu, berarti kewajiban. Jika seseorang
berhutang budi, maka kita akan berkewajiban untuk membayarnya. Giri,
adalah kebaikan. Dengan prinsip ini, seseorang akan membantu temannya
atau keluarganya semampunya. "Jika kita mempunya teman dekat dan dia butuh pertolongan, maka kita akan membantunya dengan cara apapun," kata Hashimoto.
Ninjo,
adalah rasa kasih sayang. Prinsip ini mengajarkan rasa empati terhadap
sesama. Dengan prinsip ini, seseorang akan merasa semua manusia adalah
satu dan sama, di bawah perbedaan yang telah diatur
oleh karma. Wartawan media Jepang Jiji Press, Masakatsu Ishii,
mengatakan bahwa empat unsur ini adalah semacam kewajiban sosial yang
harus dimiliki oleh setiap rakyat Jepang. Masakatsu menjelaskan bahwa sekolah dasar di Jepang tidak mengajarkan pelajaran agama, hanya pelajaran moral satu jam setiap minggunya.
Kendati demikian, empat prinsip moral tersebut terbentuk di lingkungan sekitar seorang anak. "Konsep ini memang tidak diajarkan di sekolah, namun diterima dan dipraktekkan langsung dari lingkungan," kata Masakatsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar