Asal-Usul Desa Tanjung Batu, Ogan Ilir SUMSEL
Pada zaman purba di suatu pulau yang sekarang dikenal dengan sebutan Sumatera / Andalas [ tepatnya Ogan Ilir-SUMSEL ] hiduplah sekelompok manusia yang peradabannya masih rendah. Kehidupan mereka di hutan belantara dan hidup dengan berkelompok-kelompok. Kurang lebih tahun 1600 suatu tempat di hutan yang lebat terdapat sungai kecil yang lazim disebut PAYO, di sungai-sungai kecil inilah tempat tinggal mereka untuk mencari makan, berkebun, menangkap ikan, berburu, dan lain sebagainya.
Tersebutlah mereka sebagai orang Kubu yang kehidupan sehari-hari sangat sederhana. Jauh di sebelah utara tinggallah Suku Kubu Teluk Balai [ Sentul ]. Kubu Burai, Kubu Caambai dan Suku Belido.
Di sebuah tempat yang dikenal dengan sebutan Payo Lintah bersemayamlah suku kubu dengan mendirikan gubuk-gubuk sederhana [ Rompok ] yang dikepalai oleh kepala suku bernama Usang Rajo Setan [ cikal bakal masyarakat Tanjung Batu ] sebagai pelindung. Di sekitar Payo Lintah tinggal pula kelompok lainnya seperti di Payo Batu dan Payo Trap [ kurang lebih 6 Km ke arah Burai ] dan tinggal pula Suku Kubu Lebar Tapak di arah selatan tepatnya di Payo Buluh [ Tanjung Atap ].
Kehidupan sehari-hari masyarakat di kala itu yakni mencari binatang buruan, menangkap ikan, mencari pucuk kayu sebagai sayur mayur di hutan, membuat alat untuk menangkap ikan seperti bubu seruo dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga sudah mulai mengenal kehidupan pasar dengan sistem barter atau saling tukar-menukar barang dimana hasil hutanlah yang menjadi alat untuk berbelanja.
Mereka belum mengenal agama dan adat istiadat, pengertian mereka tentang hujan, petir, angin mempunyai kekuatan gaib yang dianggapnya bertuah dan kadang-kadang dianggap malapetaka. Pohon-pohon besar, tempat-tempat tinggal tertentu mempunyai kekuatan gaib dan roh, faham yang mereka anut yakni animisme dan dinamisme.
Melalui proses yang panjang dalam kurun waktu yang tidak singkat kehidupan mereka bernomaden alias berpindah-pindah tempat dari Payo Lintah ke Payo Batu, selang beberapa tahun pindah lagi ke Payo Trap untuk mencari ladang baru di samping itu berpindah-pindahnya mereka disebabkan gangguan binatang-binatang buas seperti : harimau, beruang serta binatang berkuku panjang yang dinamakan SETAN atau SINDAI.
Perkembangan selanjutnya berpindah tempat mencari sungai [ yang sekarang dikenal sebagai Lebak Meranjat ]. Tinggallah mereka disebuah Tanjungan dekat sungai, mereka menyebar di seputar tanjungan ini. Rompok demi rompok mendirikan rumah-rumah bertiang tinggi sebagai tempat perlindungan dari serangan binatang buas.
Konon tanjungan ini banyak terdapat batu kerikil merah [ karangan ] yang pada akhirnya disebut Tanjungan Batu atau Tanjung Batu yang sekarang berlokasi di Kampung Asam Jawo Tanjung Batu. Bercocok tanam, membuat perahu dan sudah mengenal ilmu perbintangan untuk menentukan musim tanam padi, musim kemarau, hujan dan sudah dapat menentukan arah mata angin. Peradaban berkembang, penduduk bertambah dan pada akhirnya menetaplah mereka di daerah ini menjadi sebuah dusun yang dikenal sebagai TANJUNG BATU.
Tersebutlah mereka sebagai orang Kubu yang kehidupan sehari-hari sangat sederhana. Jauh di sebelah utara tinggallah Suku Kubu Teluk Balai [ Sentul ]. Kubu Burai, Kubu Caambai dan Suku Belido.
Di sebuah tempat yang dikenal dengan sebutan Payo Lintah bersemayamlah suku kubu dengan mendirikan gubuk-gubuk sederhana [ Rompok ] yang dikepalai oleh kepala suku bernama Usang Rajo Setan [ cikal bakal masyarakat Tanjung Batu ] sebagai pelindung. Di sekitar Payo Lintah tinggal pula kelompok lainnya seperti di Payo Batu dan Payo Trap [ kurang lebih 6 Km ke arah Burai ] dan tinggal pula Suku Kubu Lebar Tapak di arah selatan tepatnya di Payo Buluh [ Tanjung Atap ].
Kehidupan sehari-hari masyarakat di kala itu yakni mencari binatang buruan, menangkap ikan, mencari pucuk kayu sebagai sayur mayur di hutan, membuat alat untuk menangkap ikan seperti bubu seruo dan lain sebagainya. Selain itu mereka juga sudah mulai mengenal kehidupan pasar dengan sistem barter atau saling tukar-menukar barang dimana hasil hutanlah yang menjadi alat untuk berbelanja.
Mereka belum mengenal agama dan adat istiadat, pengertian mereka tentang hujan, petir, angin mempunyai kekuatan gaib yang dianggapnya bertuah dan kadang-kadang dianggap malapetaka. Pohon-pohon besar, tempat-tempat tinggal tertentu mempunyai kekuatan gaib dan roh, faham yang mereka anut yakni animisme dan dinamisme.
Melalui proses yang panjang dalam kurun waktu yang tidak singkat kehidupan mereka bernomaden alias berpindah-pindah tempat dari Payo Lintah ke Payo Batu, selang beberapa tahun pindah lagi ke Payo Trap untuk mencari ladang baru di samping itu berpindah-pindahnya mereka disebabkan gangguan binatang-binatang buas seperti : harimau, beruang serta binatang berkuku panjang yang dinamakan SETAN atau SINDAI.
Perkembangan selanjutnya berpindah tempat mencari sungai [ yang sekarang dikenal sebagai Lebak Meranjat ]. Tinggallah mereka disebuah Tanjungan dekat sungai, mereka menyebar di seputar tanjungan ini. Rompok demi rompok mendirikan rumah-rumah bertiang tinggi sebagai tempat perlindungan dari serangan binatang buas.
Konon tanjungan ini banyak terdapat batu kerikil merah [ karangan ] yang pada akhirnya disebut Tanjungan Batu atau Tanjung Batu yang sekarang berlokasi di Kampung Asam Jawo Tanjung Batu. Bercocok tanam, membuat perahu dan sudah mengenal ilmu perbintangan untuk menentukan musim tanam padi, musim kemarau, hujan dan sudah dapat menentukan arah mata angin. Peradaban berkembang, penduduk bertambah dan pada akhirnya menetaplah mereka di daerah ini menjadi sebuah dusun yang dikenal sebagai TANJUNG BATU.
ANAK WAN
BalasHapusdaa Gok pcak tau nian
BalasHapusawak urang ujung tanjung
hehehehe.........